Menggali Adat di Pulau Weh (Sabang)
Terpopuler
Admin-
28 June 2016
Menggali Adat di Pulau Weh (Sabang)
Putro
Phang adalah salah satu bidang Kepengurusan pada Majelis Adat Aceh.
Bidang ini konsen pada pemberdayaan perempuan khususnya dalam penggalian
adat dan adat istiadat yang ada di dalam masyarakat pada umumnya.
Bidang Putroe Phang setiap bulannya melakukan kunjungan ke
gampong-gampong yang ada di Provinsi Aceh dan pada tahun 2012 yang lalu
telah melakukan silaturahmi ke negeri jiran, yaitu Kerajaan
Perlis–Keudah–Malaysia dengan dana akomodasi yang dibiayai secara
swadana.
Pada bulan Maret 2013, bidang Putroe
Phang melakukan kunjungan silaturahmi ke Kota Sabang (Pulau Weh), di
mana sebelumnya telah mengunjungi Gampong Jeulingke Kota Banda Aceh pada
bulan Januari dan Gampong Ateuk Mon Panah yang berada di kawasan
Kabupaten Aceh Besar pada bulan Februari 2013 yang lalu.
Kunjungan ke Pulau Weh ini dipimpin
langsung oleh Ketua bidang Putroe Phang Ibu Dra. Zulhafah Luthfi, MBA
beserta rombongan dari pengurus bidang Putroe Phang, Pemangku Adat dan
para staf Sekretariat MAA Provinsi Aceh. Adapun gampong yang menjadi
tujuan silaturahmi dan kunjungan kerja Putroe Phang ini adalah Gampong
Ujoeng Kareng. Gampong ini terletak di dekat Perairan Samudra Hindia,
Kecamatan Sukajaya Kota Sabang. Berdasarkan penuturan ketua MAA kota
Sabang Bapak Ramli Yus yang disampaikan dalam acara sambutan bahwa
gampong ini banyak didominasi oleh warga yang berasal dari Kecamatan
Montasik Kabupaten Aceh Besar. Acara silaturahmi sekaligus kunjungan
kerja bidang Putroe Phang ini berlangsung pada hari Minggu, tanggal 10
Maret 2013. Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Sekda Kota Sabang,
yaitu Bapak Sofyan Adam. Dalam sambutannya, beliau sangat mengapresiasi
kegiatan Putroe Phang dalam rangka sosialisasi adat dan adat istiadat ke
gampong-gampong yang ada di seluruh Provinsi Aceh, terutama Kota Sabang
yang terletak di ujung Pulau Sumatera. Selain itu, beliau juga
menuturkan pentingnya pelestarian dan pemberdayaan adat karena sekarang
ini para pemuda banyak yang tidak memahami lagi tentang adat. Padahal
pamuda merupakan sumber kekuatan sebagai generasi penerus yang akan
melanjutkan warisan indatu kita. Dengan adanya penerapan dan penegakan
adat dalam kehidupan sehari-hari maka diharapkan kehidupan bermasyarakat
dapat berjalan lebih baik.
Selain itu, Ketua Bidang Putroe Phang;
Ibu Dra. Zulhafah Luthfi, MBA juga menyampaikan sambutannya, di mana
beliau menuturkan bahwa Adat merupakan identitas bangsa kita maka
haruslah dipertahankan dan dilestarikan karena dengan menjunjung tinggi
adat berarti kita telah menggangkat harkat dan martabat bangsa.
Contohnya, di Bali, Yogya, dan Minangkabau sangat menjunjung tinggi
adatnya, jika adat ditinggalkan maka kejadiannya akan seperti di
Amerika, yang kehidupannya jauh dari adat istiadat. Salah satu adat Aceh
yang harus terus dipertahankan adalah bawaan hidang dimasukkan ke dalam
talam ditutup dengan sange dan kain sehab. Tujuannya adalah jangan
menimbulkan riya apabila bawaan tersebut diperlihatkan kepada orang
banyak. Setiap ada acara adat, jangan lupa membawa talam karena
merupakan bagian dari adat, sebagai identitas bangsa kita.
Sebagai acara puncak dari kegiatan Putro
Phang ini adalah sosialisasi adat yang disampaikan oleh Bapak Drs. Ali
Latif. Dalam sosialisasinya, beliau mengemukakan bahwa kunjungan
silaturahmi ini bertujuan untuk menggali adat dn adat istiadat yang ada
di gampong ini, tujuan membawa bungong jaroe adalah sebagai penghormatan
jika berkunjung ke tempat orang lain. Adat dalam kehidupan masyarakat
Aceh sangatlah penting, apabila adat tersebut hilang maka hilang pulalah
adab masyarakat Aceh. Untuk itulah, mari kita jaga dan pelihara adat
yang ada di Aceh karena harkat dan martabat masyarakat Aceh akan
terangkat jika kita senantiasa menjunjung tinggi adat istiadat. Adat
merupakan warisan indatu kita terdahulu, sudah sepatutnya kita
lestarikan dengan cara meneruskannya ke dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat.
Salah satu adat yang berkembang di
masyarakat Aceh sampai saat ini adalah bawaan atau hidang yang dibawa
pada saat acara pernikahan. Bawaan tersebut haruslah dimasukkan ke dalam
talam dan ditutup dengan sange dan kain sehab, tidak boleh
memperlihatkan isi talam karena dapat menimbulkan perasaan riya. Adat
Aceh janganlah dibuang karena adat dapat menjunjung syariat, rusaknya
adat karena sudah banyak ditinggalkan. Pelaksanaan syariat Islam secara
kaffah akan meningkatkan kehidupan adat, bagaimana orang yang tidak
sholat, tidak puasa, tidak berzakat dapat menerapkan adat istiadat dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagaimana narit maja Aceh, Adat Ngon Agama
lagee Zat Ngon Sipeut, jadi keduanya tidak mungkin terpisahkan karena
saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Salah satu pergeseran adat
yang sekarang banyak terjadi adalah pergaulan pemuda dan pemudi yang
tidak sesuai lagi dengan adat dan agama. Orang tua tidak lagi dilibatkan
dalam memutuskan hubungan keduanya. Pengaruh televisi sangat kuat dalam
pembentukan karakter para pemuda dan pemudi saat ini, sehingga mereka
tidak tabu dalam pergaulan bebas yang dapat merendahkan harkat dan
martabat manusia. Selain itu, penegakan adat istiadat juga harus
melibatkan semua pihak, golongan muda dan tua harus bersatu padu, yang
muda menyumbangkan tenaga sedangkan yang tua menyumbangkan pikiran demi
terbangunnya masyarakat Aceh yang beradat dan beradab. Saat ini telah
ada peradilan adat yang dapat menyelesaikan setiap permasalahan dan
sengketa secara adat tanpa perlu diteruskan kepada polisi atau
pengadilan (Oktaviani).
Komentar
Posting Komentar