'Kapal Nuh' dan 11 Tahun Tsunami Aceh

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah kapal ikan tanpa kendali melaju menghampiri puluhan penduduk Desa Lampulo, Banda Aceh. Hingga kapal sepanjang 30 meter tersebut akhirnya bertengger di atap rumah milik warga bernama Abasyiah -- tempat di mana mereka berada.

Kedatangannya bak mukjizat. Warga lalu naik ke atas kapal dan 'sembunyi' dari air bah yang menenggelamkan Bumi Serambi Mekah.

11 tahun lalu tsunami menggulung Aceh. Semua luluh lantak, lebih dari dua ratus ribu nyawa berjatuhan. Tapi puluhan warga desa itu termasuk yang beruntung. Bahtera itu menyelamatkan mereka.
26 Desember 2004, hari itu gempa bumi bawah laut 9,1 Skala Richter (SR) mengguncang Samudera Hindia di lepas pantai Sumatera Utara, Indonesia. Dampak gempa itu begitu kuat sampai 1.200 kilometer dari pusat gempa, hingga mencapai Alaska.

Gempa dahsyat itu memicu tsunami mematikan. Tsunami menyapu sejumlah pantai di Samudera Hindia hingga ketinggian 30 meter. Termasuk Aceh.
'Bahtera Nuh'
Hari Minggu 11 tahun silam itu, Saiful Yusri (62) bersama istri dan anaknya sedang berada di rumah saat gempa tiba-tiba menguncang Bumi. Saat itu warga berhamburan keluar rumah.

Ketika mereka masih dibuat syok dengan goncangan gempa besar itu, tiba-tiba gelombang hitam dengan cepatnya datang dan menghempas permukiman warga.

"Saat itu semua warga panik dan berlarian dikejar gelombang tsunami, saya, istri, dan anak-anak saya terhempas air gelombang," kata Saiful Yusri di Banda Aceh, Sabtu (26/12/2015).
Namun kisah selamatnya 59 warga Desa Lampulo yang paling tak bisa dilupakannya. Meskipun dia tak ada dalam bersama mereka saat peristiwa itu terjadi. Saat bahtera fenomenal itu menyelamatkan puluhan nyawa tersebut.
Dia bercerita, awalnya 30 di antara mereka selamat setelah berlindung di kapal ikan yang karam di atas atap rumah warga bernama Ibu Abasyiah.
Air terus memenuhi rumah lantai dua itu hingga hampir mencapai atap. Karena terdesak, seorang warga mencoba membuka seng atap rumah itu. Lalu ke 30 warga yang berada di rumah itu naik ke atap.

"Saat itu mereka sudah pasrah, satu sama lain sudah bersalam memohon maaf, yang ada di benak kami dunia sudah kiamat," ujar dia.
Namun, sambung Saiful, ketika telah benar-benar pasrah, tiba-tiba pertolongan itu datang.

Sebuah kapal ikan datang menghampiri warga dengan kecepatan tak terkendali. Hingga bahtera tanpa kendali itu akhirnya terhenti di atap rumah tersebut.

Warga pun naik ke kapal. Saat itulah, mereka menemukan seorang awak kapal yang sedang tertidur lelap di sana.

"Selain kami 30 orang warga di sini, ternyata di atas kapal ada satu orang yang awak kapal sedang tertidur lelap. Begitu mengetahui kapalnya sudah berpindah dari pinggir pantai ke atap rumah warga, ia langsung panik dan terdiam," tutur Saiful.
Menyusul kemudian 20 warga lain yang berada di belakang rumah Abasyiah ikut menaiki kapal tersebut. Setelah air surut, barulah 8 orang lain naik ke kapal. Total ada 59 warga yang berada di bahtera itu.

Berkat pertolongan kapal ikan itu puluhan warga dan awaknya selamat. Kini kapal tersebut diberi nama 'Kapal Nuh di atap rumah warga'.

11 tahun kemudian, kini saban hari Saiful ada di Kapal Nuh yang telah dijadikan salah satu situs tsunami itu. Saiful dengan setia mendampingi para wisatawan yang datang ke lokasi dan menceritakan kisah kapal pertolongan itu hingga bisa bertengger di atap rumah warga.

"Saya melakukannya dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Kapal ini telah menolong saya, dan saya bercerita agar pengunjung mendapat hikmah tersendiri untuk kehidupannya setelah berkunjung ke sini," ujar Saiful.
by-http://news.liputan6.com.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Complete History of Aceh's Kingdom

Makam Malikussaleh, Samudera, Aceh utara

Sejarah